JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dalam acara Pameran Filateli Dunia, 'World Stamp Championship & Exhibition Indonesia 2002' menyampaikan, para filatelis adalah para pecinta sejarah dan peradaban. Prangko adalah jendela, bahkan teropong untuk melihat ke belakang. Dari prangko seseorang akan dibawa ke semesta yang luas. Para penikmatnya bisa belajar dan mengkaji tentang sesuatu.
Menurut Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) itu, melalui prangko bisa berefleksi ke masa sekarang dan masa depan. Dia pun menyinggung kondisi dunia saat ini yang dihadapkan pada perkembangan geopolitik global yang diwarnai konflik yang menduplikasi era Perang Dingin, padahal dunia belum lepas dari pandemi Covid-19 yang membuat dunia mengalami kemandegan. Baginya, forum filatelis internasional bisa berperan untuk membangun dunia yang bergandengan tangan.
Gobel memaparkan hal-hal tersebut sebagai bentuk tantangan pada kaum filatelis untuk merancang perangko yang up to date dengan situasi tersebut. Namun pesan kuat yang disampaikan Gobel dalam sambutannya adalah, relasi personal seperti melalui forum filatelis internasional ini, akan tercipta pula hubungan dari hati ke hati. Dia mengajak untuk membangun hubungan dari dasar hati, bukan dari dorongan kepentingan dan keuntungan sepihak. Inilah makna perikatan para pecinta filateli. Hal itu sangat relevan dengan situasi saat ini.
"Saya ingin menggarisbawahi bahwa penting untuk membangun hubungan people to people, dari hati ke hati, seperti yang anda lakukan, melalui forum filatelis internasional ini. Bergerak melampaui impuls, kepentingan pribadi, dan fokus pada keuntungan murni. Ini yang kita butuhkan bersama, " jelas Gobel dalam sambutannya di hadapan para filatelis, di Ruang Pustakaloka, Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Minggu (7/8/2022).
Baca juga:
Taklimat Awal Tim BPK RI di Akademi Militer
|
Politisi Partai NasDem itu mengatakan di era digital saat ini, dunia bisa lebih terbantu dalam menghadapi pandemi. Saat ini, dunia dihadapkan pada masalah yang akan terus menghantui, yaitu climate change. Gabungan semua hal itu membuat dunia dihadapkan pada keterbatasan suplai pangan, bahkan bisa mengarah pada krisis pangan. Dunia juga dihadapkan pada melonjaknya harga energi dan suplai energi.
Dalam situasi ini, Indonesia harus fokus pada ekonomi pertanian, ekonomi maritim, energi baru dan terbarukan, ekonomi digital, dan penguatan UMKM. Namun di balik itu semua adalah keharusan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dunia harus bergandengan tangan. Para negara-negara harus melepaskan ego masing-masing dan mengutamakan kerja sama.
"Dunia harus bekerja secara kolaboratif, melepaskan ego, dan memprioritaskan kerja bersama-sama. Meningkatkan tingkat kepercayaan, menciptakan persahabatan, dan membangun komunitas untuk mengatasi masalah, " jelas legislator daerah pemilihan (dapil) Gorontalo itu. (ssb/aha/sf)